Monday, March 30, 2015

Ketika Harapan Harus Berakhir

Udara pagi yang sejuk adalah udara pertama yang ku hirup di SMA ini. Hatiku senang sekali, karena hal yang ku impikan sejak aku berpacaran dengannya terwujud kami bisa bersekolah di sekolah yang sama. Sebenarnya orangtuaku ingin aku masuk ke sekolah lain tetapi karena aku menginginkan sekolah disini, aku pun diperbolehkan bersekolah disini.
Sejak awal pendaftaran hingga mengikuti mos aku dan dia memang saling curi-curi pandang karena kami tidak tahan jika tidak bertemu satu sama lain walaupun tidak berbicara. Saat mengikuti pengarahan pun dia masih sempatnya memilih tempat yang bersebelahan denganku.
“Sin kamu, capek gak?” tanyanya.
“Ngga ji, kenapa? kamu keliatan haus, ini aku punya air minum buat kamu.” jawabku
“thanks ya sinta sayang” ujarnya pelan. Hanya ku jawab dengan senyuman termanis yang ku berikan. Seperti itulah kegiatan yang kami lakukan selama mengikuti kegiatan mos di sekolah itu.
Seminggu setelah mos kejanggalan pun terasa bagiku. Ya! dia hanya menghubungiku sebentar setelah itu menghilang entah kemana. Suatu malam aku pun meminta penjelasan padanya.
“Ji, kamu kenapa sih tiap hari susah banget dihubungin, sms lama banget dibales eh kalo aku telfon kamu, kamu nya diem mulu, kalo ditanya kamu selalu jawab lagi bales sms dari temen, sebenernya siapa aja sih temen temen yang sms kamu itu?” tanyaku sedikit emosi
“ini ada nita, sama dini” jawabnya singkat
“bilang dong kalo malem tuh gak usah sms ato 3x sehari bales sms mereka tuh, waktu kamu untuk aku tuh udah gak ada lagi, kalo emang kamu udah berubah ya udah kita putus aja” kataku.
“nggak sayang, aku minta maaf, iya aku gak akan gitu lagi kok, kita baikan ya, mereka tuh yang mau deket sama aku, bukan aku kok yang deketin mereka.” jawabnya.
“oke kita baikan, tapi kalo sekali lagi kita putus beneran ya sayangku?” kataku sedikit mengancam.
“iya sayangku yang paling cantik” jawabnya
Beberapa hari memang ada perubahan darinya, tapi seminggu sudah dilewati semua terulang kembali hingga aku pun memutuskannya. Aku menginginkannya memikirkan perasaanku dan setelah dia sadar dia kembali padaku seperti biasanya. Namun setelah 2 bulan pun dia tetap menjadi seperti itu dan kami melakukan HTS (Hubungan tanpa status).
Suatu hari saat masuk sekolah, aku mendapatkan kabar jika dia pulang bersama teman SD nya yang memang sekarang dekat dengannya. Dan menurut penuturannya perempuan itu menyukainya. Aku pun langsung tidak menghubunginya sampai keesokan harinya. Suasana di kelas besoknya pun sedikit berbeda.
“Sin kamu kenapa? apa aku buat kesalahan lagi sama kamu?” katanya tiba-tiba ketika aku sedang melamun.
“Nggak gak papa kok gak ada gak usah peduliin aku lagi” jawabku singkat sembari menjauh darinya.
Aji pun mengikuti ku sampai kami berhenti di labor fisika, dan ketika tanganku diraihnya, dia menarikku kembali ke kelas. Semua perhatian pun tertuju pada kami.
“Sin coba kamu cek hp, aku mau kamu bales dan itu cepet.” Katanya sambil menatapku tajam. Aku paling tidak bisa jika dia menatapku seperti itu. Aku pun menurutinya membuka hp dan segera ku balas pesan singkat itu dengan jawaban: Aku gak papa tapi hati aku sakit, aku tau kamu pulang sama dia kan, udah gak papa aku gak marah kok, kita kan udah gak ada hubungan gak berhak juga aku marah sama kamu.
“Sin maaf aku sayang kamu, aku gak tau kalo kamu cemburu tapi aku gak akan ngulangin lagi kok, kemarin waktu aku mau pulang, dia mau ikut aku, ya aku ajak aja, maaf ya” katanya yang membuatku percaya padanya.
“Oke tapi kamu gak boong kan? aku maafin kamu” jawabku. Namun seperti biasa semua terulang kembali dan aku terus saja memaafkannya.
Dan suatu ketika aku mendapatkan kabar bahwa dia sudah berpacaran dengan wanita itu.
“Ji, aku mau kamu jujur kamu pacaran sama dini ya?” kataku padanya saat kami sedang mengerjakan soal fisika siang itu.
Dengan sedikit kaget dia berkata “kata siapa? emang kenapa?” dengan senyumnya.
Dengan sedikit menahan air mata aku pun berkata “Kalo iya mau minta peje bakso tempat kita makan” sambil tertawa.
“Iya aku pacaran, kapan mau makan?” jawabnya tanpa nada bersalah.
“Gak usah kok, makasih ya udah kaya gini ke aku”
Dengan air mata mengalir aku pun berlari menuju kamar mandi menangis sejadinya di dalamnya. Seluruh teman teman dan sahabat karibku menungguku keluar dari kamar mandi tersebut.
“Aku gakpapa ko” dengan sedikit tersendat aku menjawab semua pertanyaan mereka yang terlihat dari mata mereka.
Aku kembali ke kelas dengan perasaan yang hancur sekali karena saat kemarin dia berkata akan selalu mencintaiku dan tak pernah mau menggantikan diriku dengan orang lain. Ya aku tau dulu dia adalah orang yang paling menepati janji dan sekarang dia adalah seorang pecundang.
Keesokan harinya aku kembali mendengar kabar jika dia sudah berpacaran selama setahun lebih. Hatiku semakin hancur, aku pun tak dapat membendung tangisku. Semakin hari hidupku hancur, entah sudah berapa banyak air mata yang ku keluarkan selama sebulan ini karena aji berpacaran dengan dini.
“Sin, aku sayang kamu, aku gak mau kamu ninggalin aku, aku janji secepatnya aku putusin dini tapi gak tau kapan,” ujarnya ketika aku pulang sekolah bersamanya.
“Iya aku pegang janji kamu tapi aku gak mau kamu nyakitin aku lagi,” harapku
“iya aku janji sayangku” ucapnya
Lebih dari sebulan aku menunggu janji itu ditepati malah tak kunjung ditepati, dan malah semakin menjadi saat mereka berpacaran di depan mataku. Menjelang hari ulang tahun ku yang ke 15 tahun, aku pun semakin kecewa padanya. Namun saat hari yang dinantikan tiba aku membaca sms dari dini untuknya “jangan pacaran sama sinta ya pacarku sayang, kamu cuma pacar aku bukan pacar dia” seketika hariku hancur seketika.
Saat siang kedua sahabatku Vina dan Trinia sudah memesan sebuah cake untuk ultahku. Aku dan Aji pun pergi ke sekolah karena mendapat panggilan ke sekolah sekarang. Saat di jalan, Aji ingin aku pulang ke rumah, tapi aku bersikeras ingin ke kelas. Sampai di gerbang aji berkata, “sayang aku anter sampe sini aja ya, gak usah masuk, biar dini gak curiga” aku pun menjawab “gak mau anter aku sampe dalem bodo amat dia mau liat ato enggak aku gak peduli yang nganter aku kesini itu kamu!” jawabku dengan nada tinggi.
Setelah itu aku tak pernah lagi bersamanya. Aku pun perlahan menjauh darinya setelah terjadi pertengkaran hebat di antara kami bertiga dan Aji memihak pada Dini. Aku pun perlahan menenangkan hatiku walau sebenarnya aku masih sangat menyayangi lelaki itu, dan masih belum bisa melupakannya. Aji masih saja sering sms, chat fb, skype, berkata bahwa dia sangat menyayangiku dan tidak menginginkan aku pergi darinya. Tapi apa boleh dikata nasi telah menjadi bubur kepercayaanku padanya sudah sirna semua. Aku memang menyayanginya dan masih mengharapkannya, tapi aku tau jika mungkin suatu saat beban hati ini perlahan akan lepas dari hidupku. Aku pun sama sekali tak pernah mau berbicara padanya bahkan untuk berpapasan dengannya rasanya aku ingin menangis. Hingga saat ini pun aku masih sangat menyayangimu, namun aku tak tahu sampai kapan rasa sayang ini akan ada, aku yakin jika itu semua hilang mungkin suatu saat kamu akan butuh aku di sampingmu.
Dan saat ini aku sedang melupakanmu dan aku sedang berusaha untuk meraih cita citaku dan mewujudkan mimpiku dengan semua masalah yang telah kamu perbuat. Ya masalah itu timbul hingga guru pun mencaci ku di setiap kelas yang diajarnya, ataupun kakak kelas yang membenciku.
Previous Post
Next Post

0 komentar:

Play Crypto Mining Game


Fire Faucet : The Best Auto Faucet