Sayed Hameedullah Nusrat Pasha
Rabwah, Pakistan
Para utusan Tuhan telah menegaskan keyakinan mereka kepada Tuhan. Begitu
juga dengan orang-orang suci. Orang-orang beriman awam pun tampaknya
juga cukup yakin tentang kayakinan mereka. Disisi lain dari kalangan
agnostik mereka mengakui dengan terus terang bahwa mereka tidak tahu
apakah Tuhan itu ada atau tidak, sementara orang-orang ateis sama sekali
menyangkal keberadaan Tuhan. Jadi ada semua spektrum dari orang-orang
yang mewakili berbagai tingkat iman dan kepastian mengenai eksistensi
Tuhan. Relevansi masalah kepastian yang berkaitan dengan Tuhan ini
adalah pada kenyataan bahwa tingkat kepastian tersebut berpengaruh
besar, baik terhadap standar ibadah kita maupun perilaku kita dalam cara
yang sangat mendalam.
Kepastian mengenai entitas apapun, baik itu wujud Tuhan maupun
keberadaan suatu benda, dimulai dari tingkat deduksi logis. Tingkat
berikutnya adalah persepsi langsung. Selanjutnya tingkat yang lebih jauh
yaitu tingkat keterlibatan personal secara komplit.
Ilmul-Yaqiin
Pikiran manusia dibekali dengan fakultas (kemampuan) untuk menarik
kesimpulan logis dengan menerapkan rasionalitas terhadap informasi yang
tersedia dan fakta yang pasti. Dengan kemampuan ini, pikiran manusia
dapat menarik kesimpulan yang logis yang dapat diterima. Sebuah
peribahasa umum yang berbunyi 'dimana ada asap disana ada api',
merangkum semua pemikiran ini. Pengetahuan tentang eksistensi, bentuk
dan sifat dari api yang sudah ada dalam diri seseorang, akan
menjadikannya mampu untuk menyimpulkan bahwa adanya api tersebut karena
telah melihat ciri atau tandanya - asap adalah salah satunya. Kesaksian
adanya asap akan mengarahkan setiap pikiran rasional untuk menyimpulkan
adanya api, karena pengetahuan umum; 'dimana ada asap disitu ada api'.
Mereka yang yang mengetahui api menghasilkan asap akan membuat
kesimpulan akan adanya api ketika ia melihat asap. Oleh karena itu
prasyarat untuk tingkat kepastian ini adalah 'ilmu/pengetahuan'. Istilah
Bahasa Arab untuk 'ilmu' adalah 'ilm dan Bahasa Arab untuk 'kepastian' adalah 'yaqiin'. Dengan demikian istilah Arab yang digunakan oleh Al-Qur'an untuk kepastian yang berdasarkan pengetahuan adalah 'ilmul-yaqiin.
Kita baca dalam Al-Qur'an "Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui hakikat itu dengan ilmu yakin.(102:5). Pada tingkat ilmul-yaqiin,
orang beriman dan para pencari Tuhan yakin kepada Tuhan bukan karena
merasakan langsung wujud-Nya, namun berdasarkan deduksi dari fakta-fakta
yang terletak dalam batas-batas pengetahuannya. Pada dasarnya ia
percaya pada hal ghaib yang dalam istilahnya adalah 'imaan bil Ghaib,
yang berarti 'percaya pada yang ghaib'. Meskipun para pencari Tuhan
belum merasakan keberadaan Tuhan; gambaran Tuhan dalam hatinya yang
membuatnya gelisah, banyaknya kesaksian yang meyakinkan tentangke
beradaan Tuhan yang diberikan oleh banyak orang yang jujur dan suci,
keberadaan dan kesempurnaan tertib alam semesta, penerimaan doa-doanya
di saat-saat kesusahan dan transfer ilmu yang bersifat ghaib dari sumber
Yang Maha Ghaib kepada manusia seperti dirinya, membawanya kepada
kesimpulan akan keberadaan Tuhan. Ia memang belum melihat api itu
sendiri, tetapi setelah menyaksikan asap, ia berkesimpulan bahwa api
memang harus ada.
'Ainul-Yaqiin
Dari peribahasa umum 'dimana ada asap disitu ada api', tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi akan keberadaan api akan semakin
dimengerti dengan cara pengamatan langsung. Pada tingkat kepastian ini
dilakukan dengan persepsi langsung bukan dengan deduksi logis. Setelah
seseorang telah benar-benar melihat nyala api, ia sudah tidak lagi
bergantung pada penyimpulan keberadaan api dari asap yang dihasilkan.
Dia sekarang telah melihat api secara langsung. Asap mungkin masih ada,
tetapi tidak lagi digunakan sebagai bukti dari keberadaan api. Istilah
bahasa Arab untuk 'melihat' adalah 'ain, karenanya Bahasa Arab untuk 'kepastian berdasarkan pengataman/kesaksian' adalah 'ainul-yaqiin.
Kita baca dalam Al-Qur'an "..Kemudian kamu pasti akan melihatnya dengan mata yakin." (102: 8) Ayat ini menarik perhatian kita pada fakta bahwa pada tingkat ainul-yaqiin, seorang
beriman yakin kepada Tuhan dengan cara apa yang secara kiasan disebut
dengan 'melihat secara langsung' (direct perception)" penampakan Tuhan.
Bagi manusia, yang indera fisiknya hanya menanggapi stimulus materi,
menyaksikan penampakan Tuhan jelas bukan dalam arti pertemuan fisik
dengan wujud Tuhan. Menyaksikan Penampakan Tuhan hanya dapat berarti
menjadi saksi akan manifestasi Keilahian-Nya yang nampak dengan jelas.
Masifestasi tersebut meliputi penerimaan ajaib dari doa-doanya dan
'penyatuan ilahiah'. Doa-doa orang beriman mulai menemukan pengabulan
yang berlimpah. Ketika ia berdoa untuk sesuatu, ia menemukan limpahan
karunia Ilahi mengarah pada doanya. Ia juga mulai mendapatkan mimpi yang
benar, mimpi yang benar-benar tergenapi, serta kasyaf-kasyaf (visions)
dan wahyu dengan kata-kata langsung dalam keadaan terjaga. Ketika
perjumpaan tersebut menjadi sering dan berkali-kali, jiwa manusia
kemudian secara kiasan telah menjadi 'wajah spiritual Tuhan'. Oleh
karena itu pada tingkat kepastian ini, orang beriman tidak lagi
bergantung pada kesimpulan logis mengenai keberadaan Tuhan. Pada tingkat
ini, seolah-olah ia telah melihat sendiri Tuhan dengan mata kepalanya
sendiri. Meskipun keadaan 'iman bil ghaib' terus berlaku, orang beriman
menjadi lebih dekat lagi dengan dunia ghaib daripada ketika ia berada
pada tingkat ilmul-yakiin.
Kembali pada analogi nyala api, kita dapat memahami bahwa pada tingkat ilmu-yaqiin para
pencari akhirnya melihat api. Logika dari peribahasa 'dimana ada asap
ada api' pada tingkat ini sedikit berelevansi dengan aksioma. Para
pencari Tuhan pada titik ini, dalam arti kiasan telah melihat Tuhan.
Haqqul-Yaqiin
Melanjutkan analogi perjalanan manusia menuju nyala api, dan
kepastiannya yang meningkat secara bertahap tentang keberadaan api;
sekarang kita melanjutkan untuk membahas tingkat kepastian tertinggi
yang manusia bisa capai, baik itu berkaitan dengan nyala api dari
skenariao yang sedang dibahas maupun tentang keberadaan Wujud Tuhan.
Ketika seseorang yang mencari api telah menyaksikan api, ia telah
mencapai tingkat persepsi yang melibatkan salah satu dari lima
inderanya, dalam hal ini penglihatan. Dengan demikian tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi secara logis akan melibatkan persepsi
melalui semua inderanya. Ini bukan berarti bahwa pencari api harus
membakar dirinya menjadi abu untuk mencapai tingkat pengetahuan ini,
tetapi untuk menunjukkan bahwa pada tingkat pengetahuan yang paling
tinggi memang akan mengerahkan semua panca indera.
Mari kita asumsikan bahwa sosok protagonis kita yang terus berjalan ke
arah api, yang mana ia telah menyaksikan sendiri dengan matanya, dan
pada akhirnya ia memasukkan dirinya sendiri ke dalam nyala api tersebut.
Pada titik ini ia telah merasakan sifat dari api dengan sarana tidak
hanya oleh satu melainkan semua akal sehatnya. Menerapkan analogi ini
kepada para pencari Tuhan, kita dapat menjelaskannya bahwa ketika para
pencari mempersepsikan Sifat-Sifat Allah, melalui keterlibatan maksimal
akal sehatnya, baik jasmani maupun rohani, saat itulah ia telah mencapai
tingkat kepastian tertinggi mengenai Tuhan. Hal ini kemudian dapat
dikatakan bahwa ia telah mencapai tingkat Haqqul Yaqiin. Bahasa Arab untuk "kebenaran mutlak" (absolute truth) adalah Haqq. sedangkan bahwa Arab untuk kepastian seperti yang telah kita bahas adalah Yaqiin. Oleh karena itu istilah Haqqul Yaqiin menunjukkan tingkat kepastian yang sempurna tentang Tuhan.
Kita baca dalam Al-Qur'an, "..Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah
suatu keyakinan yang benar. (56:95) Pada tahap ini orang beriman yakin
kepada Tuhan karena ia telah merasakan sifat-sifat Tuhan secara lebih
lengkap, seolah-olah semua cara persepsi yang tersedia baginya telah
sampai pada hubungan langsung dengan Keindahan dan Kemuliaan Tuhan. Pada
tahap ini orang beriman telah diberkati dengan limpahan yang lebih
besar berupa wahyu Ilahi. Pada tahap ini, doa sang pencari Tuhan begitu
derasnya diterima dan dijawab, dimana setiap doa menjadi sebuah
keajaiban dalam dirinya sendiri. Nabi Allah dan orang-orang suci berada
dalam wilayah kepastian agung ini. Ini adalah tingkat tertinggi dari
iman dan kepastian.
Tema ini telah dibahas secara menarik dan mendalam secara rinci oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad dalam risalah bersejarahnya "Haqeeqatul Wahy" dimana beliau menulis:
0 komentar: